Pemanasan Global dan Rumah Ramah Lingkungan

Terinspirasi dari seminar “Design & Survive: The Role of Architect in Response to Climate Change” di Senayan City – Jakarta, 27 November 2007


Setelah mengikuti seminar tersebut, saya langsung teringat dengan blog rumah-arsitek ini. Sepertinya isu dari seminar tersebut cocok untuk dirangkum dan dimasukkan ke dalam blog ini.

Isu pemanasan global
Dulu sekitar tahun 80-an saat saya masih tinggal di Bandung, pada saat hujan, tidak hanya air yang turun ke bumi tetapi juga butiran-butiran es. Setiap pagi, selalu terasa dingin dan berembun. Tetapi sekarang…. Bandung sudah terasa panas. Dan ternyata peningkatan temperatur itu terjadi dimana-mana di seluruh dunia.

Rupanya bumi semakin lama semakin panas. Temperatur udara meningkat. Es di kutub mencair. Salju di puncak gunung meleleh, akibatnya permukaan air laut naik, banjir pasang pun terjadi. Pantai akan semakin menjorok ke daratan.

Mengerikan….

Sebenarnya proses pemanasan bumi terjadi akibat ulah manusia juga. Banyak aktifitas kita sehari-hari yang pada akhirnya adalah menyumbangkan “panas” pada bumi. Pemakaian AC, pemakaian lemari pendingin, pemakaian kendaraan bermotor, pemakaian listrik, bahkan sampai dengan pemakaian kantong plastik yang ternyata pembuatannya memakan energi yang tidak sedikit.

Apakah ini berarti kita harus kembali ke jaman purba? Tidak pakai listrik, tidak pakai kendaraan bermotor? Yang dapat kita lakukan sekarang adalah seminimal mungkin menggunakan energi, apalagi yang bersumber dari fosil. Mudah-mudahan semakin banyak ahli-ahli yang menemukan material-material baru yang ramah lingkungan. Mudah-mudahan semakin banyak produsen-produsen yang menghasilkan alat-alat dan perangkat yang hemat energi.


Rumah yang Ramah Lingkungan
Banyak yang bisa kita lakukan untuk mengurangi “sumbangan” ke pemanasan bumi. Kalau kita berbicara dari sudut desain rumah dan kegiatan sehari-hari di dalam rumah, maka kita bisa mulai dari apa yang dapat kita lakukan.

Jika sedang dalam proses mendesain rumah, sebaiknya kita mulai menerapkan konsep rumah hemat energi. Kita harus lebih banyak memanfaatkan pengudaraan alami dan pencahayaan alami. Desain ruang sedemikian rupa sehingga jika digunakan tidak bergantung sepenuhnya pada AC dan lampu.

Memanfaatkan cahaya matahari harus cermat. Yang kita perlukan adalah “terang” nya, sedangkan “panas” nya harus kita hindari. Jendela kaca harus berkanopi (memiliki “sun shading”), sehingga terpaan langsung cahaya matahari dapat diminimalkan. Bentuk “sun shading” ada yang vertikal dan ada yang horisontal. Pemanfaatan keduanya harus disesuaikan dengan posisi jendela kita, apakah menghadap timur/barat atau utara/selatan.
Energi matahari juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber listrik. Yang sudah banyak digunakan adalah pemanfaatan energi matahari untuk memanaskan air.

Untuk memanfaatkan pengudaraan alami, perlu diperhatikan arah angin. Agar udara di dalam rumah dapat mengalir maka harus ada lubang ventilasi pada arah tegak lurus datangnya angin. Jika sejajar dengan arah angin, maka sedikit sekali kemungkinan angin akan masuk ke dalam rumah.

Jika harus menggunakan sistem pengudaraan buatan (Air Conditioning) dan penerangan buatan (lampu), sedapat mungkin menggunakan yang hemat energi. Sekarang ini sudah banyak lampu yang hemat energi. AC yang digunakan harus rutin dibersihkan. Temperatur AC dipasang pada suhu ruangan yaitu 25-26 C.

Kita pun harus mulai membiasakan diri untuk selalu bijak dalam menggunakan listrik. Matikan lampu yang tidak perlu. Peralatan elektronik yang jarang digunakan, dimatikan saja, jangan menggunakan mode “standby”.

Tindakan yang kita lakukan menghadapi pemanasan global, sebenarnya tidak hanya berkaitan dengan hemat energi. Upaya-upaya menjaga lingkungan harus dimulai dari setiap rumah. Misalnya, jangan hanya berharap akan ada taman kota yang penuh dengan pohon-pohon hijau sebagai daerah resapan air dan paru-paru kota.
Mungkin sudah saatnya bagi kita, di setiap rumah, mulai menanam satu pohon. Lebih banyak tentunya lebih baik. Selain itu, di setiap rumah mulai membuat sumur resapan. Paling tidak satu sumur resapan. Dengan demikian air hujan tidak mengalir di permukaan tanah begitu saja, sehingga akan menambah volume air banjir dan air tanah menjadi semakin kritis.

Ada baiknya pula kalau kita mulai memperhatikan untuk tidak menutup seluruh permukaan tanah di halaman rumah dengan perkerasan yang kedap air. Ada rumah tinggal yang seluruh halamannya ditutup adukan semen atau concrete-block/paving-block beralaskan adukan semen dengan tujuan untuk mudah dibersihkan. Sebaiknya kita tidak melakukan yang demikian.

Banyak hal yang dapat kita lakukan. Kita mulai dari yang mudah bagi kita. Sedikit tindakan lebih baik daripada tidak sama sekali.
Kira-kira apa lagi yang dapat kita lakukan untuk bumi kita tercinta, sebagai warisan untuk anak-cucu kita?

No comments:

Post a Comment